Setelah Maha Tak Ada Lagi

 Setelah Maha Tak Ada Lagi

Oleh Ramdhany

Ada cerita yang unik dan menarik prihal sifat-sifat essensial yang melekat pada subtansi Allah. Seperti bahwa Allah itu Sang Maha Benar, Sang Maha Baik, Sang Maha Indah, Sang Maha Sempurna, Sang Maha Pencipta, Sang Maha Perkasa, Sang Maha Berkehendak, dan dengan segala ke-Maha-annya yang lain.

Sepintas, ada beberapa sifat ke-Maha-annya yang satu dengan yang lainnya seolah saling bertentangan atau kontradiktif. Seperti Allah itu Sang Maha Awal sekaligus Sang Maha Akhir, Sang Maha Dzohir sekaligus Sang Maha Bathin.

Dalam memahami sifat Allah yang seperti itu, terkadang kita dibuat kebingungan. Karena bagaimanapun, pada awalnya kita mengetahui suatu bentuk pengetahuan bahwa Allah itu tersembunyi, tak terobjektifikasi dan termasuk pada sesuatu yang ada yang sifatnya metafisik.

Pada dasarnya Allah itu Dzat yang Maha Segalanya. Justru di saat kita percaya bahwa Allah itu (hanya) Sang Maha Awal tanpa percaya Allah itu Sang Maha Akhir, dengan sendirinya kita menggugurkan bahwa Allah itu yang Maha segalanya.

Begitupun kita tidak hanya cukup percaya bahwa Allah itu Sang Maha Bathin (Metafisik), akan tetapi kita pun harus percaya bahwa Allah Sang Maha Nampak ataupun Sang Maha Hadir (Dzohir).

Allah adalah Wujud yang utuh dan menyeluruh, tak terbatasi, tak tersekat, dan tak terhingga. Jika seandainya ada batasan-batasan tertentu bagi Allah, maka dengan sendirinya Allah bukan Wujud yang utuh dan menyeluruh.

Dengan ke-Maha-annya itu, setiap sifat yang melekat pada diri Allah berarti melampaui sifat-sifat yang secara nyata dialami dan dimiliki oleh manusia. Dan dengan ke-Maha-annya itu, tidak ada lagi sifat-sifat tertentu yang mampu untuk melampauinya.

Ke-Maha-an adalah titik puncak yang tidak sama dengan sesuatu yang lebih rendah darinya, dan tidak mungkin ada sesuatu yang melampaui di atasnya.

Seperti ketika kita percaya bahwa Allah itu Sang Maha Besar (Allahu Akbar), maka secara otomatis sesuatu selainNya itu adalah sesuatu yang kecil (shagir), dan tidak mungkin ada sesuatu yang lebih besar lagi setelahnya.

Ada cerita tentang apakah Allah itu mampu untuk menciptakan satu batu yang saat batu itu tercipta, Allah sendiri tak mampu untuk mengangkatnya? Sedangkan Allah itu Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Berkhendak, jadi apa susahnya buat Allah untuk menciptakan batu semacam itu.

Jika diandaikan batu semacam itu sudah tercipta, lantas apakah benar Allah sendiri tak mampu untuk mengangkat batu yang Ia ciptakan? Sedangkan Allah itu Sang Maha Besar dan Sang Maha Perkasa.

Kasus cerita semacam itu tentu sangat dilematis dan membingungkan kita. Akan tetapi pada dasarnya kasus seperti itu adalah sesuatu yang sesat dan menyesatkan pikiran kita.

Allah itu sudah pasti Sang Maha Pencipta (al-Khaliq) dan Sang Maha Berkehendak (al-Iradat), jadi apapun bebas untuk ia ciptakan. Namun, akal kita tidaklah membenarkan jika seandainya Allah itu menciptakan sesuatu yang melampaui ke-Maha-annya itu. Lebih jauh lagi, tidaklah mungkin terjadi Allah menciptakan 'Allah-Allah' tandingan yang lainnya.

Kata kunci sebenarnya adalah terletak pada ke-Maha-annya. Saat Allah itu Sang Maha Segalanya, maka tidak mungkin ada sesuatu yang lebih di atasnya, bahkan tidak mungkin ada yang setara dengan ke-Maha-annya.

Setelah 'Maha' tentu tak ada lagi sesuatu yang melampaui dan setara dengannya. Bagi Allah, tiada ada satu pun sesuatu yang setara dengannya.

Wallahu a'lam

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar