Tentang Al-Shirat al-Mustaqim

 Tentang Shirat Al-Mustaqim

Oleh: Ramdhany

Dalam sistem ajaran Islam, dikatakan bahwa fitrah (potensi dasar) manusia adalah bahwa pada dasarnya ia makhluk Allah yang hanief. Hanief adalah kecenderungan manusia yang selalu berada di atas jalan kebaikan dan kebenaran.

Kecenderungan manusia atas kebaikan dan kebenaran tersebut karena pada hakikatnya manusia itu berasal dari Allah, Sang Kebenaran Absolut (al-Haq al-Mutlaq) dan akan menuju kepada Kebenaran Absolut pula. Manusia itu berasal dari Allah, dan akan kembali pula kepada-Nya (inna lillah wa inna ilaihi raji'un).

Atas dasar Kebenaran Mutlaq itulah, manusia melalui akal dan kehendak bebasnya mampu untuk memilah dan memilih jalan hidupnya. Titik awal dan tujuan akhir perjalanan manusia dihubungkan oleh suatu jalan yang disebut dengan Jalan Lurus (al-Shirat al-Mustaqim).

Setiap saat dalam aktivitas ibadah Shalat, umat muslim selalu meminta kepada Allah untuk ditunjukkan jalan yang lurus atau jalan yang benar.

"Tunjukanlah kepada kami Jalan Lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau anugrahkan nikmat kepada mereka, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat," (al-Fatihah, 6-7).

Dalam ayat tersebut, jalan lurus itu senyatanya telah dicontohkan oleh mereka yang berpegang teguh pada agama Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang secara pribadi mampu untuk menjalankan setiap apa yang Allah perintahkan. Dan mereka itu adalah para Nabi, Rosul, dan orang-orang shaleh.

Nabi, Rosul, dan orang-orang shaleh adalah mereka yang selalu dibimbing oleh Allah atas apa yang mereka lakukan. Mereka itu memiliki komitmen yang kuat terhadap Allah, dan memiliki harapan yang utuh bahwa gerak kehidupannya akan mengarah kepada Kebenaran Mutlaq.

Komitmen atas Kebenaran Mutlaq itulah yang menjadikan mereka selalu berada di atas jalan kebenaran. Jalan kebenaran erat kaitannya dengan komitmen awal dan akhir seseorang kepada Kebenaran Mutlaq.

Logikanya, tidaklah mungkin seseorang berada di atas jalan kebenaran, sedangkan ia tidak memiliki komitmen awal dan akhir terhadap Kebenaran. Sebaliknya, saat seseorang menjadikan Kebenaran Mutlaq sebagai komitmen awal dan akhir, maka tidaklah mungkin ia berada di atas jalan kesalahan. Karena jalan penghubung antara Kebenaran Awal dan Kebenaran Akhir haruslah kebenaran pula.

Pada nyatanya, jalan kehidupan tidaklah seindah dengan apa yang diharapkan. Walau jalan yang ditempuh terjal dan berliku, asalkan ia masih komitmen kepada kebenaran, maka ia akan menjadi manusia yang istiqomah, yaitu konsisten atas apa yang telah menjadi komitmennya.

Shirat al-Mustaqim (Jalan Lurus) dan Istiqomah (Konsistensi) sangat erat kaitannya. Hanya dengan istiqomah-lah, seseorang akan terus bertahan di atas jalan kebenaran.

Dalam setiap niat, ucapan, dan tindakannya, manusia yang memiliki komitmen atas kebenaran akan selalu berupaya konsisten dalam melakukan amal shaleh (kerja benar). Amal Shaleh adalah perwujudan nyata dari komitmen seseorang terhadap Kebenaran Mutlaq.

Di dalam perjalanan kehidupan ini, manusia harus dibimbing oleh Allah. Di situlah nilai-nilai ketauhidan, kemerdekaan, dan keadilan akan menjadi pondasi dasar atas apa yang akan ia perjuangankan.

Jalan yang Lurus adalah jalan yang diridlai Allah. Itulah Islam, Islam yang secara ideal diartikan sebagai jalan hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai rahmat atas semesta alam.  

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar