oleh: Ramdhany
Janganlah engkau jadikan
perbedaan di antara kita sebagai pembenaran atas usaha untuk memecah-belah
keutuhan bangsa. Karena perbedaan sama sekali tidak menuntut untuk menjadikan
kita sama, melainkan melalui perbedaan itu, kita diajarkan untuk saling megenal
dan saling memahami. Bukankah al-Quran diturunkan untuk melebur sekat-sekat
perbedaan di antara umat manusia?
Sebagaimana
telah kita ketahui bersama bahwa kitab suci al-Qur'an diturunkan kepada nabi
Muhammad bertepatan pada tanggal 17 di bulan Ramadhan. Dan pada tanggal yang
sama, umat Islam di seluruh dunia memperingati momentum bersejarah tersebut.
Secara
esensial, al-Qur'an berfungsi sebagai petunjuk (huda) bagi seluruh umat manusia yang ada di muka bumi. Sebagai
petunjuk, tentunya al-Qur'an menunjukan kepada manusia tentang arah jalan
kebenaran dan kebaikan. Al-Qu'ran mengajarkan kepada manusia tentang
nilai-nilai ketauhidan, kemanusiaan, dan kemasyarakatan.
Dalam
konteks ketauhidan, intinya adalah al-Qur'an mengajarkan kepada kita bahwa
hanya Allah yang Maha Esa lah satu-satunya yang pantas untuk dipertuhankan.
Ajaran tentang tauhid ini menjadi sesuatu yang sangat mendasar, kerena
berkaitan erat dengan aspek keimanan seseorang. Tauhid adalah inti ajaran agama
yang benar. Dengan tauhid, manusia akan terbebas dari setiap belenggu yang
menjeratnya. Dan hanya melalui tauhidlah manusia akan mendapatkan kemerdekaan
dirinya.
Dalam
konteks kemanusiaan, al-Qur'an mengajarkan kepada manusia tentang nilai-nilai
kemerdekaan. Manusia sejati adalah manusia yang sadar bahwa ia adalah makhluk
yang merdeka. Kemerdekaan adalah potensi dasar yang dimiliki oleh manusia. Kemerdekaan manusia merupakan konswekuensi
logis ketika manusia tersebut telah mampu menjadikan tauhid sebagai landasan
keimanannya.
Manusia
merdeka adalah ia yang berserah diri kepada Tuhan yang Maha Esa, itulah
satu-satunya jalan luru untuk menuju kebenaran. Manusia yang menerima dan
menjalankan inti ajaran tauhid adalah sikap yang paling murni (fitri), alami,
dan wajar.
Dalam
konteks kemasyarakatan, al-Qur'an mengajarkan manusia tentang nilai-nilai
kebaikan dan keadilan. Manusia merdeka akan senantiasa berbuat sesuatu yang
baik kepada sesama dan alam sekitarnya, dimanapun dan kapanpun. Manusia
bertauhid dan merdeka menghasilkan suatu bentuk hubungan yang serasi dan
harmoni antara manusia dan alam sekitarnya, karena alam semesta ini semuanya
tunduk di bawah kendali hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan yang Maha
Esa.
Kebaikan
pribadi manusia itulah yang nantinya akan menciptakan tatanan masyarakat yang
adil dan sejahtera. Tanpa kebaikan individu, mustahil rasanya akan tercipta
realitas masyarakat yang adil dan sejahtera.
Meminjam
pendapat Nurcholis Madjid (1992), berdasarkan prinsip-prinsip itu,
masing-masing manusia mengasumsikan kebebasan diri pribadinya. Dengan kebebasan
itu, manusia menjadi makhluk bermoral, yakni makhluk yang bertangung jawab
sepenuhnya atas segala perbuatan yang dipilihnya dengan sadar.
Indonesia dan Pilpres 2014
Indonesia
untuk saat ini sedang terjangkit penyakit demam Pilpres. Demam tersebut jika
tidak segera diobati sedini mungkin, akan menyebabkan beberapa kemungkinan
terburuk yang akan terjadi di kemudian hari.
Sensitivitas
masyarakat di masa pilpres sangat tinggi. Hal itu disebabkan oleh fanatisme masyarakat
yang berlebihan dalam mendukung pasangan capres-cawapres yang dijagokannya.
Potensi
konflik dan chaos (rusuh) di tengah
masyarakat sangat besar, mengingat bahwa masing-masing pendukung pasangan
capres-cawapres tersebut nampaknya belum menunjukan sikap dewasa dan legowo
jika sekiranya KPU telah menetapkan pemenang pilpres.
Jangankan
masyarakat awam yang tidak tahu apa-apa, setingkat kaum akademisi dan
intelektual sekalipun, satu sama lain saling serang dalam membela
capres-cawapres yang dijagokannya.
Meskipun
masih sebatas wacana, akan tetapi opini publik digiring, seakan mereka suatu
saat – jika capresnya kalah dalam pemilu – diwajibkan untuk menunjukan sikap
ketidakterimaannya atas putusan nanti. Mungkin, potensi konflik dan rusuh pasca
penetapan pemenang pemilu oleh KPU pada tanggal 22 Juli nanti, diprediksikan
oleh sejumlah pengamat sangat besar
sekali.
Potensi
konflik horizontal di Pilpres 2014 kali ini lebih tinggi dibanding Pilpres 2009,
sehingga perlu adanya antisipasi lebih awal. Apabila kanalisasi konflik melalui
jalur hukum tidak terwujud, maka tidak menutup kemungkinan potensi konflik tersebut
akan menjamur di masyarakat luas.
Idealnya,
siapa pun yang nanti ditetapkan sebagai Presiden untuk periode 2014-2019,
masyarakat harus menerima dan menghormati keputusan tersebut. Bagaimana pun,
baik Prabowo maupun Joko Widodo, satu di antara keduannya adalah putra terbaik
bangsa yang akan memimpin Indonesia untuk 5 tahun ke depan.
Presiden
SBY dalam wawancaranya pada 5 Juli 2014 berpesan, "baik Pak Prabowo maupun
Pak Jokowi harus siap menang sekaligus siap kalah. Yang menang tidak perlu
arogan, yang kalah tidak perlu ngamuk. Kemudian pasca pilpres di antara Pak
Prabowo dan Pak Jokowi tidak perlu bermusuhan selamanya atau menyimpan dendam
yang tidak berkesudahan dan mungkin diwariskan pada konstituennya."
Jadikan Spirit Nuzulul Quran
sebagai Penjaga Persatuan Bangsa
Nuzulul
Qur'an sejatinya harus dipahami sebagai suatu momentum di mana umat manusia –
termasuk bagi bangsa Indonesia – telah mendapatkan petunjuk untuk menjalankan
kehidupannya.
Petunjuk
tersebut tentu akan berfungsi efektif jika kita mampu untuk menjalankan setiap
perintahnya dengan baik. Kehidupan kita harus diarahkan oleh setiap lantunan
ayat yang di dalamnya kaya akan khazanah makna kebenaran dan kebaikan.
Sebaliknya, jika petunjuk tersebut hanya sebatas firman tanpa amal, tentu
nilai-nilai kebenaran dan kebaikan akan tetap bersemayam di pertapaannya.
Al-Qur'an
merupakan salah satu instrumen penting bagi perjalanan kehidupan bangsa ini. Di
kala masyarakat sudah tak percaya lagi terhadap perangkat pemerintahan, maka
al-Qur’an dapat dijadikan sebagai tumpuan terakhir.
Spirit
al-Qur'an dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan ketika persatuan dan
kesatuan bangsa ini mulai retak karena berbagai perbedaan yang tak kunjung
menemukan titik temu.
Al-Qur’an
mengajarkan kepada umat manusia untuk menjauhi sikap berburuk sangka, permusuhan,
pertikaian, dan hal-hal yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam
konteks Indonesia pasca pilpres 9 Juli kemarin, bisa berarti jangan sampai
persatuan menjadi terganggu oleh berita-berita dan opini yang tidak benar dan
menyesatkan. "Al-Qur’an memberi petunjuk bagi umat yang shaleh, mengajak
umat manusia untuk saling kenal mengenal, saling memberi maaf, dan tidak saling
membenci," pesan Pak Presiden.
Seperti
telah dijelaskan di awal, manusia adalah makhluk fitri. Karena manusia adalah
makhuk fitri, maka manusia harus berbuat suatu kebaikan kepada orang lain.
Salah satu sikap kebaikan itu adalah mendahulukan berbaik sangka kepada
sesamanya, menjaga kerukunan, menumbuhkan sikap persaudaraan, menjaga keutuhan
tatanan masyarakat, dan memaafkan setiap kesalahan yang pernah dilakukan oleh
orang lain.
Semoga
momentum Nuzulul Qur’an dapat
dijadikan spirit bersama oleh segenap komponen masyarakat Indonesia, khususnya
mayoritas muslim, untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar