Oleh:
Ramdhany*
Dimuat di Laman Portal Online Nusaantara.com
Tim
transisi pemerintahan yang dibentuk oleh Presiden terpilih, Joko Widodo,
merupakan suatu hal yang patut untuk diapresiasi. Hal itu karena, di masa
pemerintahan sebelumnya, pembentukan tim transisi pemerintahan dalam rangka
mempersiapkan pemerintahan selanjutnya, belum pernah dilakukan oleh presiden
sebelumnya.
Setidaknya
ada tiga fungsi pokok mengapa Tim Transisi tersebut dibentuk. Pertama, Tim
Transisi berfungsi untuk menjabarkan visi misi presiden dan wakil presiden
terpilih dalam rencana merealisasikan berbagai program kebijakan serta mempersiapkan
diri dalam upaya untuk mempercepat pelaksanaan program pembangunan nasional.
Kedua,
Tim Transisi mempersiapkan hal strategis berkaitan dengan APBN 2015 yang telah disahkan
oleh pemerintah saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Dan ketiga, Tim Transisi mempersiapkan konsep kelembagaan
pemerintahan termasuk merancang arsitektur kabinet.
Namun
demikian, Tim Transisi yang dibentuk oleh Jokowi tersebut mendapatkan kritikan
tajam dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY
menilai, tim transisi tersebut terlalu ikut campur terlalu jauh kepada
pemerintahan di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang sampai saat ini masih
dipimpin olehnya. Seperti hal pada wacana isu kenaikan harga BBM.
Seperti
yang telah kita ketahui bersama, Jokowi secara pribadi dan tim transisinya
berupaya dan meminta kepada Presiden SBY untuk segera menaikan harga BBM
bersubsidi. Namun kenyataannya, hal itu secara tegas ditolak oleh SBY, dengan
alasan tidak mau membebani rakyat Insonesia.
Presiden
SBY menegaskan pemerintahannya tidak akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi. Dalam wawancara yang diunggah ke situs Youtube, Presiden SBY
mengatakan logika bahwa kenaikan BBM dilakukan karena APBN dalam tekanan
tidaklah tepat.
Akhir-akhir
ini, Sesretaris Kabinet, Dipo Alam banyak menerima laporan adanya oknum-oknum
yang mengatasnamakan diri sebagai bagian dari Tim Transisi Jokowi yang mendatangi
beberapa kementerian.
Menyikapi
hal itu, Dipo Alam menyesalkan anggota Tim Transisi bentukan presiden terpilih,
Jokowi, yang terkesan terlalu gesit dalam melakukan berkoordinasi dengan pihak
kementerian sehingga menimbulkan kesan mengabaikan berbagai aturan main yang
berlaku.
Kemudian,
Presiden SBY dalam rapat kabinet Jumat (5/9) lalu, mengaku telah mendapat pesan
singkat atau short message service (SMS)
dari sejumlah orang yang mengaku utusan Tim Transisi Jokowi. SMS itu berisi
permintaan untuk melakukan konsultasi kepadanya dari orang-orang yang mengaku
akan menjadi menteri di Kabinet pemerintahan Jokowi-JK.
Menurut
Presiden SBY, seharusnya Tim Transisi tersebut langsung berkonsultasi dengan
Menteri Koordinator yang telah ditunjuknya untuk berkoordinasi dengan Tim
Transisi.
Berbagai
kecurigaan pun muncul. Ada yang menganggap bahwa hal itu memang benar, seperti
yang diungkapkan oleh Jokowi. Ia menyebutkan bahwa mungkin tim transisi terlalu
bersemangat untuk bekerja. Dan ada yang beranggapan bahwa hal itu tidak benar
adanya. Karena orang yang mengatasnamakan tim transisi tersebut tidak
disertakan surat resmi dari Jokowi.
*
* *
Pada
hari Jumat (5/9) lalu, Presiden SBY mengingatkan kepada pihak terkait bahwa
pemerintahan Indonesia sekarang ini masih periode pemerintahannya. Jadi tidak
ada pemerintahan bersama antara dirinya dengan kubu presiden terpilih apa lagi
dengan Tim Transisi yang dimaksud.
Kritik
Presiden SBY terhadap Jokowi dan Tim Transisinya tentu bukanlah hal yang sangat
berlebihan. Karena bagaimana pun Presiden SBY merupakan pemangku kuasa rakyat
secara definitif sampai pada tanggal 20 Oktober 2014 mendatang. "Pemerintahan
sekarang adalah pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II hasil Pemilihan Umum
2009. Sampai 20 Oktober 2014, yang berkaitan dengan pemerintahan adalah saya
yang bertanggung jawab,"
Terlebih
bahwa berbagai kebijakan pemerintah sampai dengan 20 Oktober nanti merupakan
tanggung jawab pemerintahan di bawah kendali Presiden SBY, bukan Jokowi. "Ini
perlu agar jangan sampai transisi yang dimaksud konsultasi ini dimaknai seperti
itu. Misalnya kebijakannya kok begitu, harusnya begini. Tidak. Karena yang
bertanggung jawab saya (Presiden SBY)".
Alhasil,
ketika dua pemerintahan berada dalam masa transisi, yang seharusnya dilakukan
adalah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan baik, bukan malah satu sama
lain saling mengganggu atau saling mengintervensi kebijakan.
Biarlah
pemerintahan SBY menggabiskan masa baktinya sampai tuntas di batas waktu yang
telah ditentukan, yaitu 20 Oktober 2014 nanti. Begitupun dengan Tim Transisi
bentukan Jikowi, di masa transisi pemerintahan ini, berkomunikasi dan
berkoordinasi tentu merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan, demi
menjaga keharmonisan dua pemerintahan.
Tetapi
yang harus diingat adalah bahwa batasan-batasan yang ada harus tetap dijaga dan dihormati, jangan sampai ada
benturan-benturan kepentingan sehingga hal tersebut dapat merusak hubungan dan niatan baik di antara kedua belah
pihak untuk membangun Indonesia ke arah yang lebih baik.
*Ketua
Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komfuf Cabang Ciputat Periode 2012-2013, dan
Penggiat Kajian Piush.
0 komentar:
Posting Komentar