Oleh: Ramdhany*
Dimuat di Laman Portal Rakyat Merdeka
http://www.rmol.co/read/2014/08/19/168304/1/Menanti-Putusan-Mahkamah-Konstitusi
“Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.” (UUD 1945 Pasal 24C)
Pemilu
2014 telah berlalu. Tetapi, kedewasaan politik dalam sistem demokrasi Indonesia
sedang diuji. Pasalnya, pasca penetapan Joko Widodo dan M. Jusuf Kalla sebagai
Presiden dan Wakil Presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam
beberapa hari lagi nasibnya akan ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dari
sekian banyak rangkaian proses demokrasi tersebut, putusan MK akan menjadi
muara terakhir dan panglima hukum tertinggi yang tak dapat lagi diganggu gugat
oleh siapapun. Terkait apakah Jokowi-JK akan dilantik pada Oktober mendatang,
ataukah malah sebaliknya, semuanya akan ditentukan oleh hasil dari putusan
kesembilan hakim MK. Karena suka tidak suka, putusan MK itu bersifat final dan
mengikat.
Langkah
Prabowo-Hatta bersama tim koalisi Merah Putih untuk memperkarakan sengketa
Pilpres ke MK merupakan jalan yang benar dan konstitusional. Dan tentunya kita
sebagai warga negara yang baik harus mengapresiasi langkah tersebut karena itu
merupakan suatu bentuk kedewasaan dalam berpolitik.
Meski
demikian, tidak sedikit pula masyarakat yang menghujat atas sikap politik yang
diambil oleh Prabowo-Hatta dan tim koalisi Merah Putih. Baginya, hal tersebut
merupakan bukti dari ketidaklegowoan Prabowo atas hasil pemilu presiden yang
menganggap KPU telah melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan
masif.
Terlepas
dari itu, kini, nasib bangsa Indonesia ada di tangan yang mulia hakim MK. Telah
kita ketahui bersama, bahwa MK telah menggelar sidang gugatan Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh Prabowo-Hatta sejak Rabu, 6
Agustus 2014 lalu. Berbagai alat bukti, saksi, dan ahli telah diajukan oleh
pihak pemohon (Prabowo dan tim), pihak termohon (KPU), dan pihak terkait
(Jokowi-JK).
Dari
proses sidang perdana sampai pada agenda mendengarkan saksi-saksi dan para ahli telah berlangsung dengan baik, lancar,
dan aman. Setelah itu, kesembilan hakim MK telah menjadwalkan akan memberikan keputusan
finalnya pada Kamis 21 Agustus 2014 mendatang. MK memiliki tanggung jawab yang
besar untuk memutuskan sengketa pilpres dengan jujur, adil, dan betanggung
jawab.
*
* *
Jika
kita analisa, setidaknya ada beberapa kemungkinan yang dapat kita prediksikan
terkait putusan akhir yang akan ditetapkan oleh MK. Pertama, MK akan menolak
semua tuntutan yang diajukan oleh pihak pemohon, dan menetapkan Jokowi-JK
sebagai presiden sah dan konstitusional yang akan dilantik pada bulan Oktober
mendatang.
Kedua,
MK akan mengabulkan permohonan gugutan Prabowo-Hatta dengan membatalkan semua keputusan
KPU terkait hasil rekapitulasi suara pilpres dan menetapkan hasil penghitungan
versi MK serta menyatakan Prabowo-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden
terpilih.
Ketiga,
MK akan memerintahkan kepada KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU)
di daerah-daerah tertentu yang terbukti telah terjadi pelanggaran dan kecurangan
pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif. Atau bahkan MK akan
memerintahkan kepada KPU untuk mengadakan PSU dalam skala nasional di seluruh
wilayah Indonesia.
*
* *
Apapun
yang akan diputuskan MK pada 21 Agustus nanti, kita sebagai warga Negara yang
baik harus senantiasa menerimanya dengan penuh kesadaran. Pilar-pilar demokrasi
dan prosesnya harus tetap terjaga dengan utuh demi melahirkan suatu
pemerintahan yang berkualitas dan konstitusional.
“Prabowo-Hatta
membawa perselisihan Pilpres ke MK. Tentu saya (Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono) dan semua pihak harus mengawalnya agar berlangsung baik. Semuanya
ini, jika bisa kita capai, akan menjadikan demokrasi Indonesia lebih dari
sekedar proses penghitungan suara atau transaksi politik. Melainkan suatu
kekuatan sejarah real yang akan membuat bangsa Indonesia menjadi kuat, jaya dan
makmur.”
Saya
merasa yakin bahwa rakyat Indonesia secara umum merindukan sebuah proses
demokrasi yang jujur, adil, aman, dan damai. Setiap tindakan yang akan merusak
dan menodai jalannya demokrasi kita harus dibuang jauh-jauh. Jangan sampai
perselisihan politik mengakibatkan perpecahan dan permusuhan di tataran
masyarakat bawah, sehingga akan mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan
bangsa.
Mengutip
failasuf dari Timur, Ibn Sina mengatakan “adapun dalam pengangkatan (pemilihan)
seorang kepala negara secara tertulis (konstitusional), adalah lebih benar,
karena tidak akan menimbulkan pertengkaran, perebutan, dan perselisihan.”
Pemerintahan
yang bersih, berkualitas, dan amanah tentu tidak akan pernah dilahirkan dari
sebuah proses yang cacat. Proses yang baik dan benarlah yang akan melahirkan
sebuah sistem pemerintahan yang berintegritas yang akan menghantarkan
masyarakat Indonesia yang makmur, adil, dan sejahtera.
* Mahasiswa Filsafat di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Penggiat Kajian Piush
0 komentar:
Posting Komentar