Kuasa Rakyat Dibajak Lembaga Survei

Dani Ramdhany*
http://www.jakpro.id/kuasa-rakyat-dibajak-lembaga-survei/
Pilpres 2014 kali ini digegerkan dengan adanya deklarasi penetapan kemenangan Capres-Cawapres pasangan Jokowi-JK. Deklarasi kemenangan tersebut didasarkan atas hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Saiful Mujani Research Center (SMRC), CSIS-Cyrus, Indikator, dan Litbang Kompas, RRI, Populis Center, dan Poltracking.
Beberapa saat kemudian, pasangan Prabowo-Hatta melakukan hal yang sama. Prabowo mendeklarasikan kemenangan hasil pemilu presiden 2014. Deklarasi kemenangan Prabowo-Hatta juga berdasarkan atas quick count yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei juga seperti JSI, Puskaptis, LSN, dan IRC.
Kedua pihak, baik Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK telah mengklaim kemenangan atas dirinya masing-masing di pemilu presiden 2014 kali ini. Publik serentak kebingungan, karena dalam waktu yang hampir bersamaan telah terjadi dua deklarasi yang kontennya sama, yaitu deklarasi kemenangan pemilu yang didasarkan atas quick count.
Lantas pertanyaannya adalah siapakah yang sebenarnya memenangkan kompetisi pilpres ini, pasangan Prabowo-Hatta ataukah Jokowi-JK? Tentu yang mampu menjawab pertanyaan itu bukanlah lembaga survei, tetapi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada tanggal 22 Juli 2014 nanti, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi akan mengumumkan dan menetapkan pemenang pemilu presiden 2014.
Lembaga survei sama sekali bukan lembaga resmi pemerintah yang berhak menetapkan siapa pemenang pemilu presiden apalagi dengan lantang menyatakan bahwa survey yang dilakukannya 100 persen akurat. Adapun apa yang telah dinyatakan oleh sejumlah lembaga survei prihal pemenang pemilu tidak lain hanya sebatas prediksi belaka yang mengandung unsure-unsur kemungkinan.
Hasil quick count oleh lembaga survei nyatanya telah membajak nilai-nilai demokrasi Indonesia. Kuasa rakyat begitu saja diklaim dengan sepihak tanpa memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang terjadi di masyarakat. 
Kuasa Rakyat Dibajak Lembaga Survei
Setelah publik dibingungkan dengan adanya dua deklarasi pemenang pemilu, sehari setelah itu, kamis 10 Juli 2014, publik dikejutkan dengan sikap Direktur Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi yang menyatakan bahwa quick count hasil rilis lembaga survei yang memenangkan pasangan Jokowi-JK sudah dapat dipastikan benar 100 persen. Jika seandainya nanti pada tanggal 22 Juli KPU menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Hatta yang menang atas pilpres 2014, maka Burhanuddin dengan tegas menyatakan bahwa KPU yang salah. "Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan.
Banyak pengamat menilai bahwa pernyataan Burhanuddin tersebut merupakan sikap yang arogan dan tidak pantas bagi seorang akademisi atau seorang ilmuan. Burhanuddin dinilai telah merusak upaya KPU yang telah bersusah payah membangun kepercayaan masyarakat. Burhanuddin seharusnnya menyadari bahwa KPU merupakan lembaga resmi pemerintah yang independen dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU merupakan yang sah dan diakui negara.
Ada indikasi bahwa beberapa lembaga survei telah mendahului kehendak rakyat Indonesia. Sistem pemilihan yang demokratis tentunya memiliki beberapa tahapan yang telah disepakati dan dipatuhi bersama. Tahapan tersebut dari mulai dari penyusunan daftar pemilih, pendaftaran bakal pasangan calon, penetapan pasangan calon, masa Kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan pengucapan sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Apa urgensinya KPU jika seandainnya lembaga survei menyatakan diri lebih benar. Sikap arogan lembaga survei tentunya tentunya telah menurunkan martabat dan derajat ilmu pengetahuan. Harus diakui bahwa penelitian dan quick count yang dilakukan oleh lembaga survei tersebut merupakan produk dari ilmu pengetahuan atau sains yang didasarkan atas metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan. Tapi dalam praktiknya sekarang, objektivitas sains tersebut perlu dipertanyakan kembali, mengingat bahwa keberadaannya terlalu akrab dengan politik praktis dan telah membuat tatanan sosial bergejolak dan semakin memanas.
Dapat Menyulut Konflik Sosial
Harus diakui bahwa untuk saat ini masyarakat Indonesia terpecah menjadi dua kubu. Pertama masyarakat pendukung Prabowo-Hatta, dan kedua masyarakat pendukung Jokowi-JK. Kedua kubu masyarakat terlihat bergembira dan beruforia atas klaim kemenangan pasangan capres-cawapres yang didukungnnya berdasarkan hasil quick count. Tapi dampak dari klaim kemenangan kedua belah pihak tersebut dikhawatirkan dapat menjadikan situasi sosial rawan terjadi konflik.
Gesekan dan perdebatan di dalam masyarakat dapat memicu konflik dan tindakan-tindakan anarkis jika sekiranya kedua belah pihak tidak mampu menahan diri karena terlalu beruforia atas klaim kemenangan tersebut.
Mayarakat boleh saja menjadikan hasil quick count sebagai acuan kemenangan pilpres untuk sementara waktu. Tetapi masyarakat juga harus menyadari bahwa KPU-lah satu-satunya lembaga resmi yang dapat menentukan dam menyatakan pemenang pemilu presiden 2014 ini. Masyarakat jangan sampai mau diadu domba oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Pesan Presiden SBY
Melihat penomenan pasca pilpres 9 Juli 2014 kemarin, Presiden Susiso Bambang Yudhoyono mengambil sikap tegas untuk menghindari berbagai kemungkinan terburuk yang sekiranya akan terjadi. Presiden SBY dengan tegas menyatakan "baik pasangan Prabowo-Hatta dan tim, maupun Jokowi-JK dan tim, bisa menahan diri untuk tidak memunculkan ketegangan yang berlebihan di antara kedua massa pendukung, apalagi gerakan-gerakan di lapangan yang sangat rawan terhadap konflik horizontal."
Presiden juga menyeru kepada para pemimpin dan elit politik untuk dapat mengkondisikan masing-masing pendukungnya. SBY berpesan, uforia kemenangan dapat dilakukan jika hasil resmi KPU telah ditetapkan siapa pemenang pilpres. "Apakah terangnya itu setelah dikonsolidasikan semua hasil perhitungan cepat maka ditarik kesimpulan dimana kedua belah pihak sepakat seperti apa hasilnya atau kalau itu belum dicapai maka KPU yang akan menetapkan hasil Pilpres ini yang perlu dirujuk dan dijadikan pedoman."
Pilpres 2014 kali ini adalah pesta demokrasi seluruh rakyat Indonesia. Siapapun presidennya, masyarakat harus sadar bahwa ini adalah kemenangan rakyat secara keseluruhan. Masyarakat jangan sampai menodai proses demokrasi dengan berbagai macam tindakan yang berbau anarkisme dan vandalisme. "Saya (SBY) sangat berharap saudara-saudara menjadi benteng, agar ketika situasi masih seperti ini bisa menahan diri, tidak melakukan apapun yang tidak kita inginkan, bentrok, konflik horizontal, atau tindakan-tindakan yang kita anggap menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat" Karena sejatinya kuasa rakyat tidak bisa dibajak oleh oknum-oknum tertentu yang menginginkan bangsa Indonesia terpecah belah.

*Ketua Umum HMI KOMFUF Cabang Ciputat Periode 2013-2014 dan Penggiat Kajian PIUSH

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar