Satu fakta
yang tidak dapat kita bantah bahwa gerakan dan paham radikal sudah masuk ke
dunia kampus, dan perkembangan gerakannya dalam satu dekade terakhir ini
dinilai cukup terstruktur, sistematis dan masif. Hal tersebut bukanlah isapan
jempol belaka, berbagai lembaga –seperti halnya LIPI, BNPT, PPIM UIN Jakarta,
dan Alvara Research Center— sudah melakukan penelitian survei dengan hasil
temuan bahwa paham radikalisme sudah banyak diminati oleh kalangan mahasiswa di
banyak Perguruan Tinggi Indonesia.
Banyak
contoh kasus yang dapat kita hadirkan. Pertama, ribuan mahasiswa mengikuti
deklarasi Negara Khilafah di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 27
Maret 2016. Kedua, Deklarasi dukungan terhadap gerakan Islamic State of Iraq
and Syria (ISIS) di Kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada pada 6 Juli 2014. Dan ketiga, penggerebekan terduga
teroris yang dilakukan oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di
Universitas Riau (Unri) pada 2 Juni 2018.
Banyak
faktor yang menyebabkan kenapa paham dan gerakan radikalisme tumbuh subur di
dalam kampus. Anas Saidi, seorang peneliti LIPI menyebut bahwa ketidakhadiran
organisasi ekstra kampus yang berbasis pada nilai-nilai pemahaman moderasi
Islam menjadi salah satu faktor radikalisme menjamur dalam kampus. Saat
kelompok Islam moderat abstain, kelompok Islam ekstrem kanan menyelinap masuk
merekrut mahasiswa baru secara masif dan memberikan doktrin-doktrin paham
keagamaan yang ekslusif dan bertentangan dengan Pancasila.
Hal senada
juga dinyatakan oleh Prof Azyumardi Azra dalam akun twitter pribadinya, bahwa
untuk menangkal paham radikalisme dan mengurangi dominasi organisasi Islam
Kanan dalam kampus, organisasi ekstra kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) harus segera kembali masuk ke dalam kampus. Mengingat ketiga
organisasi tersebut memiliki rekam jejak sejarah yang jelas serta komitmen yang
sangat kuat dalam upaya mempertahankan dan memajukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini.
Dalam paham
keagamaan, ketiga organisasi tersebut memilih jalan Islam moderat (wasatiyyah),
dimana antara nilai-nilai agama Islam dengan Pancasila tidak memiliki
pertentangan. Baginya, Islam dan Pancasila adalah dua hal yang sangat penting
sebagai pondasi utama untuk menopang tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Paham Keislaman yang moderat inilah yang kemudian akan melahirkan nilai-nilai
keadaban dan toleransi dalam menyikapi ragam perbedaan yang ada.
Saat
organisasi ekstra moderat tersebut diberikan angin kebebasan untuk beraktivitas
di dalam kampus, dengan sendirinya pemerintah akan terbantu dalam upaya
menangkal gerakan radikalisme yang kian hari semakin akut ini. Karena bagaimana
pun, ketiga organisasi ekstra tersebut memiliki struktrur organisasi sampai
tingkat komisariat di masing-masing fakultas yang tersebar di ratusan perguruan
tinggi se-Indonesia. Bayangkan saja jika mereka secara serentak melakukan
proses kaderisasi di masing-masing komisariat, pastinya puluhan ribu mahasiswa
baru akan mendapatkan pemahaman keislaman yang moderat dan paham kebangsaan
yang harus dijunjung tinggi.
Sebagai
contoh, saat saya menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat pada tahun 2015 lalu, dalam
jangka waktu setahun jumlah anggota baru yang berhasil direkrut sebanyak 2000
mahasiswa, dan itu baru satu cabang yang dimiliki oleh HMI. Bagaimana jika
dilakukan oleh cabang-cabang se-Indonesia? Pasti jumlahnya akan sangat
signifikan, terlebih ditambah dengan PMII, IMM, dan organisasi sejenisnya.
Jadi, mungkin sudah saatnya larangan organisasi ekstra
moderat masuk kampus harus segera dihapus untuk kemudian diberikan kebebasan
dalam melakukan aktivitas organisasinya. Hal itu sebagai salah satu ikhtiar
kita dalam upaya melawan gerakan radikalisme yang menjamur di dalam kampus. Solusi
ini juga dinilai akan lebih efektif dan efesien ketimbang pemerintah melalui
Kemenristek Dikti mengawasi dan mengontrol ratusan ribu mahasiswa di semua
universitas melalui nomor ponsel dan akun media sosialnya.
0 komentar:
Posting Komentar