“Gara-gara kata-kata itulah,
justru mendegradasikan nilai demokrasi yang menempatkan sesuatu tidak pada
tempatnya. Itu kan bukan forum kampanye tapi sambutan pasca pengambilan nomor.”
SIARNUSA.com – Pengamat
Pemilu yang juga Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, Masnur Marzuki menilai, terdapat perbedaan yang sangat mencolok
pasca penetapan nomor urut Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres)
di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu 1 Juni 2014 Kemarin.
Perbedaan
itu, bagi Masnur, terletak pada gaya dan isi pidato sambutan dari kedua Capres,
yaitu antara Prabowo dan Joko Widodo alias Jokowi.
“Pidato
Prabowo makin menegaskan jiwa kenegarawanannya, yaitu dengan menghormati semua
pihak dan menyalami kontender dengan santun. Sementara Jokowi justru merusak
suasana sakral pengambilan nomor urut itu dengan pidatonya yang lebih cocok
untuk pemilihan kepala desa,” ungkap Masnur Kepada SIARNUSA, Jakarta, Senin
(2/6).
Mengenai
ungkapan Jokowi yang menyerukan masyarakat Indonesia untuk memilih nomor urut
dua sebelum masa kampanye resmi, Masnur menilai bahwa hal itu justru menodai
nilai-nilai demokrasi.
“Gara-gara
kata-kata itulah, justru mendegradasikan nilai demokrasi yang menempatkan
sesuatu tidak pada tempatnya. Itu kan bukan forum kampanye tapi sambutan pasca
pengambilan nomor,” tegasnya.
Masnur
berpendapat, KPU dan Bawaslu harus menindaklanjuti seruan Jokowi tersebut,
apakan merupakan suatu bentuk pelanggaran atau bukan. “Soal apakah itu bentuk
pelanggaran kampanye di luar jadwal kita serahkan pada lembaga berwenang untuk
memproses,” pungkasnya.
Sebelumnya,
dalam rapat pleno di Gedung KPU, Minggu 1 Juni 2014 Kemarin, Jokowi
menyampaikan ajakan untuk memilih nomor 2, yakni nomor urut yang ditetapkan
oleh KPU atas pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. "Pilihlah nomor 2," seru Jokowi.
0 komentar:
Posting Komentar