Fatwa Cinta di Pagi Buta

 Fatwa Cinta di Pagi Buta

Tepat pada pukul 03.00 pagi, Sabtu 22 November 2014, ada kawan saya yang datang untuk mencurahkan kegundahan dan kegelisahan jiwanya. Ya, di pagi ini saya secara seksama menyimak setiap penggalan kata atas cerita tentang cinta yang ia ungkapkan.

Inti dari cerita yang ia paparkan, bahwa perempuan yang sedang ia cintai itu sudah memiliki 'pacar'. Sehingga karenanya, kawanku itu merasa bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan.

Seketika itu ia merasa sudah tak lagi memiliki harapan. Seketika itu ia merasa bahwa hidupnya menjadi hampa dan tak memiliki makna.

Air mata ketulusan cinta dan rasa kekecewaannya menetes bersamaan dengan hadirnya embun pagi. Sungguh satu penampakan yang penuh dengan nuansa yang tak bisa terjelaskan kata-kata.

Setelah ia panjang lebar menceritakan segala bentuk kegundahgulanaannya, aku pun mencoba untuk memasang wajah haru dan pilu, supaya suasananya pun seakan lebih dramatis.

Aku berkata kepadanya, bersyukurlah bahwa sampai saat ini kau masih memiliki rasa cinta. Walaupun pada nyatanya apa yang terjadi tak sesuai dengan apa yang diinginkan, harapan yang hanya sekedar sentuhan.

Namun demikian, yang perlu kau ketahui bahwa 'mencintai' itu adalah hak azasi seseorang yang tidak ada satu orang pun mecegahnya. Mencinta adalah hak individu.

Saat kau mencintainya, sesungguhnya hal itu sudah lebih dari cukup. Karena bagaimana pun, tugas kewajiban seorang pecinta adalah mencintai, bukan dicintai.

Prihal apakah perempuan yang kau cintai itu membalas dengan mencintai atau tidak, sebenarnya itu bukanlah hal yang penting. Karena, yang 'dicintai' pun memiliki hak untuk menerima atau menolak rasa cinta yang kau miliki itu.

Di saat antara kau dan dia sama-sama tahu haknya masing-masing, maka disitulah kemurnian, kesucian, dan keagungan cinta akan nampak secara jelas dan nyata.

Hak para pecinta adalah mencinta, dan hak seseorang yang dicintai adalah bebas memilih untuk menerima ataupun menolaknya.

Mamang idealnya, saat kau mencintainya, ia pun membalas dengan cinta yang sama. Dan disitulah lahir istilah yang dinamakan 'saling mencintai'. Tetapi hal tersebut secara instan sulit untuk terjadi. Untuk mewujudkan hal tersebut membutuhkan waktu dan proses yang panjang.

Saya tekankan kepada kawanku itu, meski demikian, bersyukurlah atas rasa cinta yang kau miliki saat ini. Tunaikanlah hakmu untuk mencintainya. Dan tentu kau harus hargai hak dia untuk tidak mencintaimu.

Ya begitulah akhir ceritaku di pagi ini, memberikan fatwa prihal cinta. Yang namanya fatwa, boleh saja diterima dan diikuti, dan boleh saja tidak.

Tetapi yang pasti, aku merasa iri kepada kawanku itu yang masih memiliki rasa cinta. Dan aku pun bertanya, masihkan aku memiliki hak untuk mencinta? Jika ada, teruntuk siapa? Entahlah ! ! !

Ramdhany

0 komentar:

Posting Komentar